Khaleej Times Jobs – Acil Bimbo telah berpulang, meninggalkan duka yang mendalam di hati pencinta musik Tanah Air. Sosoknya bukan hanya dikenal sebagai musisi yang konsisten membawa warna tersendiri dalam industri musik Indonesia, tetapi juga sebagai pribadi yang rendah hati dan berprinsip kuat. Lahir di Bandung pada 20 Agustus 1943 dengan nama lengkap Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah, Acil tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan nilai budaya dan intelektual. Dalam perjalanan panjang hidupnya, Acil tidak hanya menciptakan lagu tetapi juga makna. Ia dikenal lewat suaranya yang khas dan harmoni yang selalu menyatu sempurna bersama grup musik Bimbo. Kepergiannya pada usia 82 tahun di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung akibat kanker paru-paru menjadi pukulan berat bagi dunia seni Indonesia. Namun warisan karya dan keteladanan hidupnya akan terus dikenang lintas generasi.
Kisah musik Acil Bimbo bermula ketika ia bersama adiknya Iin Parlina serta saudara-saudara lainnya yakni Sam dan Jaka membentuk grup musik Bimbo pada awal 1970an. Album perdana mereka bertajuk Trio Bimbo dirilis tahun 1971 dan menjadi awal dari rentetan karya-karya monumental yang mewarnai khasanah musik Indonesia. Pada dekade 1980an, dua lagu mereka berjudul Flamboyant dan Melati dari Djajagiri menorehkan prestasi dengan menempati posisi 85 dan 41 dalam daftar 150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa versi Rolling Stone Indonesia. Gaya bermusik mereka dikenal memiliki nuansa puitis, spiritual, dan kadang penuh kritik sosial yang disampaikan secara halus namun tajam. Acil sendiri dikenal sebagai pengarah vokal dan pembentuk karakter suara khas Bimbo yang syahdu dan mendalam. Lewat sentuhan tangannya pula berbagai karya religi lahir dan menjadi bagian dari tradisi Ramadhan di layar kaca Indonesia.
“Baca juga: Geger! Bayer Leverkusen Resmi Pecat Erik ten Hag, Ada Apa?”
Di balik panggung, sosok Acil adalah pribadi yang mencintai ilmu dan terus mengembangkan dirinya di luar dunia seni. Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran pada tahun 1974 dan kembali melanjutkan studi kenotariatan di kampus yang sama dua dekade kemudian. Komitmennya terhadap pendidikan mencerminkan semangatnya untuk tetap relevan dan berkontribusi lebih luas bagi masyarakat. Acil bukan hanya seniman, tetapi juga seorang akademisi dan aktivis budaya yang berpikir kritis. Potret dirinya di depan Masjid Agung Bandung tahun 1988 memperlihatkan sisi religius dan tenangnya yang selalu menjadi ciri khas. Pendidikan yang dijalani tidak pernah dijadikan panggung, tetapi sebagai landasan untuk menghidupkan nilai-nilai dalam karya dan kehidupan. Masyarakat mengenalnya sebagai sosok yang selalu hangat dalam menyampaikan gagasan namun kokoh dalam mempertahankan prinsip.
“Simak juga: BIGHIT MUSIC Buka Suara! Fakta di Balik Rumor Jimin BTS dan Song Da Eun”
Kiprah Acil Bimbo tidak terbatas dalam dunia musik semata. Ia juga aktif dalam gerakan pelestarian lingkungan terutama dalam penolakan terhadap komersialisasi kawasan hutan kota Babakan Siliwangi di Bandung. Sejak tahun 2002, Acil menjadi salah satu tokoh yang konsisten menyuarakan pentingnya menjaga ruang hijau kota. Pada tahun 2013, ia bahkan tampil dalam orasi publik yang menentang pengalihfungsian Babakan Siliwangi menjadi kawasan komersial. Perjuangan itu dilakukan tanpa pamrih dan semata-mata sebagai bentuk cinta terhadap Bandung serta komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan hidup. Dalam dunia yang semakin penuh hiruk-pikuk pembangunan, keberadaan sosok seperti Acil menjadi pengingat bahwa pembangunan seharusnya tetap selaras dengan pelestarian. Kepeduliannya terhadap isu sosial menjadikan ia tidak hanya dihormati sebagai seniman, tetapi juga sebagai warga negara yang aktif menyuarakan nurani.
Kehidupan Acil Bimbo diabadikan dalam banyak foto yang merekam momen-momen penting. Dari foto saat tampil bersama Bimbo di Balai Sidang Senayan tahun 1981 hingga potret terakhir di kediamannya pada Januari 2019, semuanya menyimpan cerita. Ia tidak pernah memposisikan diri sebagai selebritas, melainkan tetap sebagai pekerja seni yang rendah hati. Kehidupannya yang tenang namun penuh warna menyimpan banyak kenangan manis. Di mata para sahabat dan keluarganya, Acil adalah sosok penuh kasih, pemikir, dan pendengar yang baik. Di mata publik, ia adalah suara yang mengiringi masa kecil, Ramadhan, dan refleksi kehidupan. Kini ia telah tiada, tetapi suaranya tetap hidup dalam setiap lagu, lirik, dan harmoni yang ia wariskan. Lagu-lagu ciptaannya akan terus dinyanyikan dan dikenang sebagai bagian dari budaya Indonesia yang tidak akan pudar oleh waktu.
Khaleej Times Jobs – Erik ten Hag resmi dicopot dari posisinya sebagai pelatih Bayer Leverkusen setelah hanya tiga laga kompetitif dijalani. Keputusan…
Khaleej Times Jobs – Liverpool Vs Arsenal kembali menyajikan drama sepak bola kelas dunia yang berlangsung panas di Stadion Anfield. Laga ini…
Khaleej Times Jobs – Presiden Prabowo Subianto memanggil Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi…
Khaleej Times Jobs – Brimob kembali menjadi sorotan tajam usai peristiwa tragis yang menimpa seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan. Kejadian…
Khaleej Times Jobs – PT KAI membuka peluang emas bagi masyarakat Indonesia yang bercita-cita bekerja di sektor transportasi kereta api. Melalui rekrutmen…
Khaleej Times Jobs – Thom Haye resmi diperkenalkan sebagai pemain baru Persib Bandung dan langsung menyita perhatian pencinta sepak bola nasional. Perekrutan…