Khaleej Times Jobs – Skandal Ubisoft mengguncang industri gim ketika tiga mantan eksekutif perusahaan raksasa asal Prancis itu diadili atas dugaan pelecehan seksual dan penyalahgunaan kekuasaan dalam lingkungan kerja. Kasus ini membuka kembali luka lama yang selama ini terselubung di balik kemewahan industri kreatif. Tuduhan serius mengemuka di pengadilan Paris, yang memperlihatkan sisi gelap dari budaya kerja di Ubisoft pada dekade 2010-an.
Disebutkan oleh mantan staf bahwa tindakan tak pantas dilakukan secara berulang, menciptakan lingkungan kerja yang tidak aman dan penuh tekanan psikologis. Dalam kesaksian-kesaksian yang dihadirkan di pengadilan, para terdakwa dituduh mendorong perilaku yang memalukan, seperti pemaksaan bermain peran yang konyol, menampilkan materi pornografi, hingga menggambar alat kelamin di layar saat video call. Kasus ini memicu diskusi luas di ranah publik dan menjadi momen penting bagi gerakan #MeToo di industri gim lokal.
Lingkungan kantor Ubisoft di Paris digambarkan oleh banyak mantan karyawan sebagai tempat yang tidak sehat secara psikologis. Karyawan perempuan terutama mengalami berbagai bentuk intimidasi dan pelecehan dari atasannya. Sejumlah kesaksian menyebut adanya candaan seksis, permainan fisik yang merendahkan, serta pemaksaan terhadap tindakan memalukan yang disebut sebagai bagian dari “kultur kantor”. Para pelaku tidak hanya melakukan tindakan tersebut secara verbal, tetapi juga menciptakan atmosfer yang menormalisasi kekerasan simbolik dalam dinamika kantor.
Tidak sedikit staf yang merasa dipermalukan di depan rekan kerja. Diungkapkan pula bahwa sebagian staf yang melaporkan kejadian malah dikucilkan atau diberi beban kerja berlebih. Di beberapa kesempatan, korban bahkan dipaksa untuk tetap bekerja dengan pelaku. Tindakan tersebut kemudian dikritik karena tidak hanya menambah trauma korban, tetapi juga menunjukkan lemahnya sistem internal pengawasan perusahaan.
“Baca juga: Irlandia-Ubah Fokus DEI: Dari Hiasan Juni ke Metrics Sepanjang Tahun”
Persidangan di pengadilan Bobigny, pinggiran Paris, menjadi sorotan media internasional. Tiga eksekutif diadili atas tuduhan menciptakan lingkungan kerja beracun. Proses ini dimulai setelah gugatan diajukan oleh kelompok pekerja dan pengacara hak asasi, yang menuding Ubisoft gagal menjaga keselamatan dan kenyamanan karyawannya. Jaksa menegaskan bahwa bukti telah dikumpulkan secara menyeluruh. Para terdakwa membantah tuduhan dengan menyebutnya “bercanda” atau bagian dari “budaya kreatif”. Namun, pembelaan ini ditolak oleh korban yang menyatakan bahwa candaan yang dilakukan justru menimbulkan rasa terhina dan tidak aman.
Proses hukum ini dianggap sebagai momen penting dalam pergeseran budaya industri teknologi dan hiburan. Untuk pertama kalinya, eksekutif tinggi dalam industri gim harus menghadapi tuntutan hukum atas tindakan mereka di tempat kerja. Jika terbukti bersalah, hukuman dapat dijatuhkan berupa denda berat, pemecatan permanen dari industri, dan sanksi sosial yang menyertainya. Para korban mengatakan bahwa yang mereka inginkan bukan hanya keadilan pribadi, tetapi juga perubahan sistemik dalam dunia kerja.
“Simak juga: Transformasi Digital di India: Lab AI & Robotika Kini Hadir di Sekolah Dasar”
Setelah laporan awal muncul pada tahun 2020, Ubisoft mengumumkan reformasi internal, termasuk pembentukan divisi budaya kerja dan platform pelaporan anonim. Namun, reformasi ini dinilai terlambat dan tidak menyentuh akar masalah. Sebagian besar pelaku hanya dipindahkan ke posisi lain atau ke studio berbeda, tanpa konsekuensi nyata. Dalam beberapa kasus, posisi strategis bahkan tetap diisi oleh orang-orang yang pernah terlibat dalam pelanggaran tersebut.
Laporan audit internal yang dirilis perusahaan juga menyebut bahwa sekitar seperempat karyawan pernah menyaksikan atau mengalami tindakan tidak pantas. Reputasi Ubisoft sebagai pionir kreatif di dunia gim tercoreng karena kasus ini. Kepercayaan publik serta dukungan komunitas pemain menurun drastis. Karyawan yang pernah mengadu justru banyak yang akhirnya meninggalkan perusahaan. Disebutkan bahwa dukungan yang dijanjikan tidak benar-benar diberikan. Pelatihan etika dan anti-pelecehan dilaksanakan, tetapi implementasinya belum merata.
Reaksi dari komunitas gim sangat kuat. Hashtag seperti #MeTooUbisoft dan #ToxicGamingCulture menjadi trending di media sosial. Banyak pekerja di industri lain juga mulai membuka cerita tentang pengalaman mereka di perusahaan sejenis. Kasus Ubisoft menjadi katalis untuk audit budaya kerja di berbagai studio. Di Prancis sendiri, pemerintah mulai mendorong perusahaan teknologi untuk memiliki sistem audit eksternal. Tekanan datang dari serikat pekerja, aktivis feminis, dan pengacara hak tenaga kerja yang menyerukan reformasi struktural. Gerakan ini juga membuka ruang diskusi lebih luas di universitas, komunitas kreatif, dan pelatihan profesional tentang bagaimana menciptakan tempat kerja yang aman dan inklusif. Tidak sedikit studio gim kecil yang mulai menerapkan prinsip transparansi dan kebijakan anti-intimidasi secara terbuka, sebagai respons terhadap skandal Ubisoft.
Khaleej Times Jobs – Kesalahan Umum dalam Menentukan Karier bisa berdampak pada kehidupan jangka panjang, baik dari segi kepuasan pribadi maupun stabilitas…
Khaleej Times Jobs – Saran Karier untuk Pekerja yang Ingin Ganti Bidang menjadi penting di tengah dinamika dunia kerja yang terus berubah.…
Khaleej Times Jobs – Karier Freelance vs Kantoran telah menjadi perdebatan menarik di kalangan pencari kerja modern. Perkembangan teknologi dan perubahan gaya…
Khaleej Times Jobs – Najwa Shihab dikenal sebagai sosok jurnalis perempuan yang tegas dan berani menyuarakan kebenaran. Kariernya di dunia jurnalistik tidak…
Khaleej Times Jobs – Karni Ilyas lahir di Sumatera Barat dan tumbuh dalam lingkungan yang menghargai pendidikan serta nilai kejujuran. Sejak kecil…
Khaleej Times Jobs – Naik Jabatan Tanpa S2 sering kali dipertanyakan di tengah budaya kerja yang semakin menuntut kualifikasi akademik tinggi. Banyak…